Jam
Gadang memiliki denah dasar seluas 13 x 4 meter. Bagian dalam menara
jam setinggi 26 meter ini terdiri dari beberapa tingkat, dengan tingkat
teratas merupakan tempat penyimpanan bandul. Bandul tersebut sempat
patah hingga harus diganti akibat gempa pada tahun 2007.
Terdapat 4
jam dengan diameter masing-masing 80 cm pada Jam Gadang. Jam tersebut
didatangkan langsung dari Rotterdam, Belanda melalui pelabuhan Teluk
Bayur dan digerakkan secara mekanik oleh mesin yang hanya dibuat 2 unit
di dunia, yaitu Jam Gadang itu sendiri dan Big Ben di London, Inggris.
Mesin jam dan permukaan jam terletak pada satu tingkat di bawah tingkat
paling atas. Pada bagian lonceng tertera pabrik pembuat jam yaitu
Vortmann Relinghausen. Vortman adalah nama belakang pembuat jam, Benhard
Vortmann, sedangkan Recklinghausen adalah nama kota di Jerman yang
merupakan tempat diproduksinya mesin jam pada tahun 1892.
Sepintas,
mungkin tidak ada keanehan pada bangunan jam setinggi 26 meter tersebut.
Apalagi jika diperhatikan bentuknya, karena Jam Gadang hanya berwujud
bulat dengan diameter 80 sentimeter, di topang basement
dasar
seukuran 13 x 4 meter, ibarat sebuah tugu atau monumen. Oleh karena
ukuran jam yang lain dari kebiasaan ini, maka sangat cocok dengan
sebutan Jam Gadang yang berarti jam besar.
Bahkan tidak ada hal
yang aneh ketika melihat angka Romawi di Jam Gadang. Tapi coba lebih
teliti lagi pada angka Romawi keempat. Terlihat ada sesuatu yang
tampaknya menyimpang dari pakem. Mestinya, menulis angka Romawi empat
dengan simbol IV. Tapi di Jam Gadang malah dibuat menjadi angka satu
yang berjajar empat buah (IIII). Penulisan yang diluar patron angka
romawi tersebut hingga saat ini masih diliputi misteri.
Tapi
uniknya, keganjilan pada penulisan angka tersebut malah membuat Jam
Gadang menjadi lebih “menantang” dan menggugah tanda tanya setiap orang
yang (kebetulan) mengetahuinya dan memperhatikannya. Bahkan uniknya
lagi, kadang muncul pertanyaan apakah ini sebuah patron lama dan kuno
atau kesalahan serta atau atau yang
lainnya. Dari beragam
informasi ditengah masyarakat, angka empat aneh tersebut ada yang
mengartikan sebagai penunjuk jumlah korban yang menjadi tumbal ketika
pembangunan. Atau ada pula yang mengartikan, empat orang tukang pekerja
bangunan pembuatan Jam Gadang meninggal setelah jam tersebut selesai.
Masuk akal juga, karena jam tersebut diantaranya dibuat dari bahan semen
putih dicampur putih telur.
Jika dikaji apabila terdapat
kesalahan membuat angka IV, tentu masih ada kemungkinan dari deretan
daftar misteri. Tapi setidaknya hal ini tampaknya perlu dikesampingkan.
Sebagai
jam hadiah dari Ratu Belanda kepada controleur (sekretaris kota), dan
dibuat ahli jam negeri Paman Sam Amerika, kemungkinan kekeliruan sangat
kecil. Tapi biarkan saja misteri tersebut dengan berbagai
kerahasiaannya.
Namun yang patut diketahui lagi, mesin Jam Gadang
diyakini juga hanya ada dua di dunia. Kembarannya tentu saja yang saat
ini terpasang di Big Ben, Inggris. Mesin yang bekerja secara manual
tersebut oleh pembuatnya, Forman (seorang bangsawan terkenal) diberi
nama Brixlion.
Sekarang balik lagi ke angka Romawi empat, apakah
pembuatan angka empat yang aneh itu disengaja oleh pembuatnya, juga
tidak ada yang tahu. Tapi yang juga patut dicatat, bahwa Jam Gadang ini
peletakan batu pertamanya dilakukan oleh seorang anak berusia enam
tahun, putra pertama Rook Maker yang menjabat controleur Belanda di
Bukittinggi ketika itu.
Ketika masih dalam masa penjajahan
Belanda, bagian puncak Jam Gadang terpasang dengan megahnya patung
seekor ayam jantan. Namun saat Belanda kalah dan terjadi pergantian
kolonialis di Indonesia kepada Jepang, bagian atas tersebut diganti
dengan bentuk klenteng. Lebih jauh lagi ketika masa kemerdekaan, bagian
atas klenteng diturunkan diganti gaya atap bagonjong rumah adat
Minangkabau.